Wednesday, November 17, 2004

Lebaran

Selama lebih dari 20 tahun, betapa saya di kotak-kotaki oleh istilah lebaran, atau idul fitri. Mmmm.... dulu, waktu kecil, identik dengan baju baru, bangun subuh-subuh, mandi, minum teh + roti made by mama, ambil jatah duit buat di celengan mesjid (selalunya uang baru... saya ingat, waktu Bapak saya masih ada (ditahun lapan puluhan), jumlahnya 300 Rupiah, uangnya baru, dan sayang buat di sumbangin, hihihi).
Abis sholat, sungkeman dengan bapak ibu, sodara-sodara dan ke tetangga-tetangga (betapa di Indonesia hidup bertetangga masih sangat melekat!). Lalu, menunggu keluarga lain datang ke rumah.... lalu apa lagi? nonton TV, nonton siaran langsung sholat iedul fitri dari Mekkah...
Makan, lalu tidur... malamnya sampe dua hari berikutnya, rumah hanya untuk tidur!!!!

saya ingat dulu saya pernah menyanyi-nyanyi di malam hari di rumah saya:

kapan bisa ku atur sendiri?
kapan mungkin ku duduk sendiri?
kapan mungkin bisa menyambut lain?

Dua puluh tahun lebih kurayakan hari besar dengan keluarga di rumah... Nikmat.... tapi esensinya mungkin tidak terlalu meng-essense. yah, tradisi tradisi yang seperti diatas, terus berkembang dengan sendirinya. Juga pada saat kuliah dan telah bisa mengatur diri sendiri (tapi belum bisa menyambut lain!).

Tahun lalu, kuingat berjalan dengan di tengah kedinginan... menangis dalam hati: bukan karena berlebaran dengan "cuman" teman-teman dan tidak dengan keluarga, tapi karena makna lebaran itu terasa melekat di hati, dan menjalar jalar di seluruh pembuluh darah... dan betapa kunikmati tatapan kosong ke depan tanah kosong di sebelah kiri jalan... terasa melambai lambai kan tangan ke seluruh penghuni rumah: jauh, namun kurasakan kehadiran lebaran di hati ku...
Ku ingat lebaran terakhir bersama bapak ku, ku lihat dia mengangis membaca takbir di panggung, muungkin sadar bahwa tahun depan dia akan meninggalkan semuanya... Masih kuingat pula susunan tali tali rapiah pembatas shaf di atas rumput yang basah karena embun pagi...

Tahun lalu, betapa kasihan datang ke saya. jauh dari keluarga, dan jauh dari kebiasaan yang rutin. Padahal, jauh itu lah yang membuat saya merasa dekat dengan kata lebaran. Bersama teman-teman, saya menemukan arti lebaran itu. tapi, tetap saja, masih mencari cari opor di waktu setelah sholat ied... Kulihat budaya middle east berlebaran... betapa merasakan hidup di tengah keluarga.

Lebaran kali ini, makna lebaran sudah ada sejak malamnya. Serasa mendengarkan takbir di jalan-jalan... padahal yang ada hanya hembusan angin yang menusuk tulang... jauh sekali disana... kudengar sayup-sayup takbir... namun semuanya terbawa dalam hati...

Lebaran kali ini.... membawa saya berfikir untuk makna lebaran di tahun-tahun kedepan.. mungkin perlu kesempurnaan hidup versi orang biasa... ah, membuat saya tersenyum-senyum sedih, dan bingung...

saya terlalu egois untuk itu... atau tidak pernah merasa membutuhkan kesempurnaan untuk hal yang satu itu... hahaha...
Atau mungkin membutuhkan siraman baru lagi...
(teman baik saya itu tertawa terbahak-bahak mendengarkan pertanyaan tentang "clue" untuk itu!)

Selamat lebaran buat diri ku... kamu butuh siraman untuk "balancing".

1 Syawal 1425 H, Pikiran lebaran yang berujung di hari Selasa, 16 November 2004.