Thursday, July 13, 2006

give up!

Sorry, suddenly I want to give up with all the things. I want to go back to the remote village on the valley I stayed six years ago, living with all the simplicity and nothing to think but what to eat the following day, meditating and really truly mix with nature, with people. I am not giving up and not being melancholic, just want to escape, cleaning all the mud sticked on the feet, on the nails and at the hair with the small waterfall village people so proud of.

I want forget the subway and the trams, and the horses as well!

nothing, 10:10am, 13 July 2006

Tuesday, July 11, 2006

sudah lama

mbok... buatin teh panas, jangan kental yah, gak pake gula. teh nya mesti di celupin pas air nya mendidih, jangan biarkan dingin dulu, even sedetik. trus, buat telor dadar pake blue band, jangan pake minyak, trus gak pake garam atau merica. nanti telor nya taroh diatas nasi yang anget, nasinya jangan terlalu banyak, empat sendok aja.

mbok... tolong air dingin dong, trus siapin makan siang. buat sambel pake mangga muda yah, yang pedes, trus sayurnya dipanasin.

mbok... entar temen saya mo datang 5 orang, sekalian makan malam, mbok siapin yah.

mbok... warung sana masih buka kan? beliin indomie dong, plus telor kalo di kulkas dah habis. trus nanti sekalian dibuatin indomie telor pake tomat buah. plus teh panas yah, mo begadang nih.

mbok... baju ku yang itam itu di setrika dong, saya mo pake pagi ini.
'lho, kan udah di pake kemaren'.
yah, kan ini pergi ke tempat beda mbok, mana ada yang tau, hehe. lagian kan di semprot parfum beres.

mbok... nanti kalo ada telpon dari bank, bilang saya lagi keluar kota sampe minggu depan. kalo ada telpon dari pak A, B, C, D, biang saya masih di daerah. Kalo ada telpon dari LSM C, bilang saya gak di kota ini. Tapi kalo ada telepon dari neng C, bilang suruh tinggalkan nomer telepon, nanti malam saya telepon balik.
'wah, mbok susah berbohong'
lha, kan udah biasa. gimana sih mbok.
'hehehe, eh iya'


sudah lama saya tidak membolak balik kebiasaan lama, kebiasaan memanggil diri sendiri dengan mbok, menyuruh diri sendiri dan berbuat sesuatu untuk diri sendiri, tidak tergantung sama orang lain. sudah lama saya mengacuhkan mbok, tidak peduli dengan jumlah tabungan yang dia miliki yang kelak dia akan kirim ke keluarganya di kampung sana. sudah lama saya tidak mencari mbok sewaktu balik ke istana kecilku, dan tudr setelah meminum segelas teh buatan mbok, buatan diri sendiri. sudah lama saya tidak punya waktu untuk diri sendiri. saya heran dengan sifat egois. terlalu mementingkan orang lain untuk diri sendiri? entahlah.

mbok... bersihin tempat tidur ku. saya mau tidur. jangan lupa di semprot yah, biar tidurnya nyenyak. Eh iya, ase nya di nyalain aja langsung, biar nanti langsung dingin. ya ampun tolol, saya tidak punya ase di istana itu.

sudah lama di bangkok.
buat diri sendiri, 11 July 2006, 09:47 AM

Wednesday, July 05, 2006

berubah bau

Sebenarnya pestol air itu ukurannya kecil, gak kecil-kecil amat tapi gak juga mentereng alias gak juga berwarna warni. Warna nya cuma satu, putih; sebuah warna yang aneh buat pestol air. Anak kecil itu merasa diatas angin, tak seorang pun musuh-musuh nya bisa menembus baju nya yang gombrang itu, dengan pestol air manapun. Bahkan, pistol aer mahal punya tetangganya yang kaya itu, yang dibelinya di Hongkong tak bisa menembus baju nya, alias begitu jagonya anak kecil yang kecil itu berkelebat dan menghindar dari air-air yang menyerang tubuhnya.

Aku masih ingat anak kecil itu, memelukku sambil menggenggam pistol kertas buatanku. Aku masih ingat bisikan anak kecil itu di telingaku, 'kok air nya tak keluar waktu kutembakkan? ini pasti pestol air murahan'.

Sungguh aku tak ingin anak kecil itu kehilangan ingatan, kehilangan semuanya dalam hidupnya. Aku ingin melihat sinaran-sinaran panjang dari kedua bola matanya yang bulat, dan terus berujar 'aku ingin ini, aku ingin itu, aku ingin itu' dan terus mengeluh tentang hidup karena ketidakpunyaan. Aku ingin terus mengembangkan mimpi-mimpi itu di kepalanya, dan mengajaknya melawan arus dalam hidup: bahwa semuanya berawal dari angka kosong, dari keterpurukan dan dari kemiskinan-kemiskinan versi orang banyak.

Aku tak lagi melihat pestol air dalam genggamannya. Aku melihat aliran-aliran air dalam sebuah selang plastik yang panjang. Aku tidak tahu apakah memilih melihatnya dengan selang-selang itu atau memilih melihatnya dengan pikiran yang kacau, karena kebodohan karena kemiskinan.

Mungkin aku lebih baik jadi orang kaya yang diam di rumah besar itu, atau apartemen mewah itu, diam saja dan menikmati uang-uang hasil kerja keras, menjadi kaya saja.

Besok aku akan bermain pestol-pestol air dengan teman-temanmu. Aku mungkin akan menangis untuk kamu. Tenang yah, tenang, aku akan ada disini di meja ini, meneruskan panjang tatapan-tatapan matamu, berjuang buat diriku sendiri, buat kepuasan diriku sendiri; karena aku manusia, manusia yang egois dan serakah.

Kamu sudah berubah, tak lagi bau tanah, bau air, tapi bau obat-obatan.


Tatapan pagi di Phaholyothin, panjang kedepan, 05 Juli 2006, 09:36 am.

Monday, July 03, 2006

dunia berdebu

Yah, aku ingin berada di atas jalan-jalan berdebu itu, membiarkan debu-debu itu melekat di seluruh tubuhku, membiarkan anak-anak kecil itu memanggil-manggil namaku yang tak jelas, membiarkan anak-anak kecil itu menarik tanganku, menarik bajuku dan memperlihatkan susunan mutiara-mutiara nya yang putih tak beraturan.

Yah, aku ingin memeluk tubuh kecil nya yang tak berdosa itu, membagi semua tawa yang tak berarah, dan menikmati semua tawa-tawa yang keluar, yang bentuk nya seperti tangisan, tangisan bagi orang lain. Kamu masih menyebutnya tawa, dan hal itu sangat berbeda dengan definisi orang-orang lain yang dungu, yang memandang tawa-tawa itu seperti tangisan.

Yah, aku ingin berada ditengah-tengah mu, berlari denganmu tanpa berfikir tentang hidup. Aku hidup dengan kamu; mungkin hanya sebuah teori ku, mungkin hanya sebuah obyek. Tapi, sungguh aku bermimpi dan berandai-andai di malam yang semu ini, malam tanpa warna, tanpa identitas. Kalian lebih memiliki identitas.

Yah, aku membayangkan senyum-senyum bahagia itu, senyum yang tak dimiliki oleh semua orang yang menghembuskan nafasnya di kedamaian dan kenikmatan dunia, senyum yang mendamaikan menurutku, senyum yang membawa inspirasi kehidupan, senyum yang memberikan sebuah mimpi buat dipikirkan di tengah hari, di malam hari.

Yah, aku berharap aku akan kembali menemuimu, di jalan-jalan yang penuh debu itu. Aku ingin kamu mengikutiku, kan kubawa kalian dibawah rindang nya pohon, bercerita dan terus tertawa, makan, tidur. Dunia kalian sangat indah.


Di dunia yang lain, 03 juli 2006, 11:01 pm