Wednesday, June 28, 2006

bukan angka 6

saya bisa menebak-nebak. Mungkin warna nya biru, atau coklat dan bisa membayangkan bagaimana meriahnya kerumunan orang-orang mendekati hari itu.

Saya bisa membayangkan pelukan hangat dari seorang ibu ke seorang anak, tatapan penuh cinta dari seorang ibu yang membesarkan anak nya sampai melepasnya dengan ikhlas ke sebuah dunia baru, dan ciuman tangan dari seorang wanita ke seorang pria, yang dicinta atau harus dicinta. Saya melihat pijaran dari kedua bola matamu, sinaran dari kulitmu, dan getaran-getaran dari langkah-langkah kaki berjalan dalam jarak yang dekat, melewati pintu-pintu tinggi yang berwarna coklat, pintu yang selalu membukakan getir-getir senyum dan langkah-langkah yang mendewasakan saya.

Saya tersenyum membayangkan senyum-senyum dari kumpulan orang-orang yang berbicara tentang semua hal, dan tersenyum membayangkan gadis tinggi itu membersihkan semua sisa-sisa tawa dan sisa-sisa jabatan tangan orang-orang yang berdatangan.

Saya terseyum, getir. Sungguh saya tersenyum, bahagia buat kamu.
Angka tujuh itu akan selalu ada, setelah enam dan sebelum delapan. Terima kasih buat angka enam yang kita torehkan yang mungkin seharusnya bersambung menjadi tujuh dan susunan angka-angka yang terus bertambah sampai akhirnya akan berhenti di suatu nomor yang kabur. Saya tersenyum, getir dan mengucap ke Dia dalam hati, maafkan dan beri dia semua hal yang ada di kepala dia dan beberapa kepala yang saling sambung menyambung dan berhubungan antara satu dengan yang lainnya, di sudut luas itu, padu antara putih dan coklat, warna kesukaan saya.

Saya tersenyum, getir, sungguh egois.
Selamat berjalan di hidupmu yang baru, kamu akan selalu menjadi yang terbaik, saya yakin akan hal itu.


suatu pagi di muangthai, 28 Juni 2006, 09:42 am

Tuesday, June 20, 2006

hilang dan muncul

tiba-tiba aku merasa hilang dengan semua pesan-pesan yang kamu tinggalkan di layar kecil itu. Aku menarik nafas panjang buat sebuah tatapan yang bermakna dalam bagi kamu, bagi kecil matamu dan bagi sungguh besar nya klan mu yang sudah mendunia.
Kau bisikkan kata klan sekali lagi di antara tetesan-tetesan hujan yang mengalir di luar sana, dan kau bisikkan kata abadi yang tak akan pernah abadi diantara hembusan-hembusan nafas dan tangisan-tangisan yang tak pernah keluar.

aku merasa muncul kembali dengan dengan semua untaian kata-kata mengandung kata klan yang kamu dan aku tak mau peduli, kata klan yang akan kita kenang di satu hari nanti, hari yang mungkin akan menunjukkan betapa deras tetesan-tetesan yang tak pernah kita biarkan mengucur. Aku menatap kecil pandanganmu dengan pandangan yang besar dan luas, dan merasa bahwa aku muncul dan hilang, muncul dan hilang lagi.

aku merasa hilang dan muncul dengan untaian lagu knock me off my feet, mengingatkan aku di kota kecil di negaramu, kota yang tak pernah kamu kunjungi.

paholyothin road, 20 juni 2006, 03:48 pm.

Friday, June 16, 2006

lemahnya bahasa

'kamu tahu, aku tak sepenuhnya ingin belajar bahasa perancis'. 'aku ingin bisa dan fasih berbahasa indonesia, agar aku bisa mengerti sepenuhnya semua tulisan-tulisan kamu'. 'akan ada ketimpangan bahasa jika menerjemahkan dan menyampaikannya kedalam satu bahasa yang mempertemukan'.
'atau aku ingin kamu bisa mengerti dan fasih bahasa dari negaraku agar kamu bisa mengerti dengan penuh makna dari ucapan-ucapanku'. 'atau aku tidak akan kehilangan beberapa makna dari ucapanku, karena harus melewati saringan'. 'akan ada gap jika aku harus melewati lapisan-lapisan bahasa dalam kepalaku, lalu menyampaikannya ke dirimu, lewat satu bahasa yang mempertemukan'

sepertinya aku bermimpi, tapi tidak. hal itu nyata, bisik itu nyata.
aku berfikir bahwa bahasa dalam beberapa extent tidak mempertemukan, walaupun kita menggunakan bahasa yang mempertemukan.


soi duapuluhsekian kota bangkok, 16 juni 2006, 11:06 am

Thursday, June 15, 2006

terima kasih

'aku tidak setuju dengan orang-orang yang dengan murahnya mengucapkan kata cinta'
'tak mudah bagi ku untuk mengucapkan kata yang satu itu'
'cinta itu bukan sesuatu untuk diucapkan, tapi di tunjukkan, untuk dirasakan'
'aku ingin protes ke orang-orang yang dengan mudah dan murahnya mengucap kata cinta'

kulihat kerlingan-kerlingan kecil keluar dari kedua bola mata itu, dan kurasakan hal yang sama terjadi pada dua bulatan kecil ini.

'jika pada waktunya aku pergi, aku ingin melihatmu sebagai seorang yang tegar, kuat'
'aku orang yang kuat dan tegar'
'aku hanya tidak tegar membayangkan kamu pergi'
'aku tidak punya apa-apa lagi disini'
'kamu ingin melanjutkan bisnis klan mu itu?'
'mungkin iya, mungkin tidak, aku ingin menggunakan semua talent'
'aku bangga dengan dirimu'

tatapan mata kecilmu itu sungguh menerawang masuk ke dalam tubuhku.
'aku akan berjuang buat kamu jika kamu adalah bagian dari klan ku'
'suatu hal yang tak mungkin'
'kita selalu hidup dengan hal-hal yang tak mungkin'

'akan berat bagi diriku nanti'
'kita akan tetap bisa bertemu di kota berawalan huruf C itu'
'aku yakin kamu akan mengunjungiku disana'


'aku tidak setuju dengan orang-orang yang dengan murahnya mengucapkan kata cinta'
'tak mudah bagi ku untuk mengucapkan kata yang satu itu'
'cinta itu bukan sesuatu untuk diucapkan, tapi di tunjukkan, untuk dirasakan'
'aku ingin protes ke orang-orang yang dengan mudah dan murahnya mengucap kata cinta'



'aku cinta kamu'

aku menghapus kerlingan-kerlingan kecil yang sudah hampir habis itu.
'terima kasih'


pathumthani 15juni2006, 10:35 am.

Wednesday, June 14, 2006

tak sadar

aku bahkan tidak sadar dengan kekuatan daun-daun kering yang berwarna coklat terbungkus dengan plastik transparan dan batu-batu basalt berwarna putih dengan batu-batu kecil berwarna kuning, merah, hijau dan biru dan tulisan-tulisan kecil yang tertulis di batu-batu itu. aku merasakan hangat perasaanmu dan hangat tatapan matamu, kehangatan suaramu di malam hari dan singkat isi email yang kamu berikan kepadaku.
'mungkin tidak seharusnya aku ke kota itu pekan depan'
'iya, kita kenapa tidak merubah rute nya ke tokyo di hari ulang tahunku?
'aku suka jepang, karena sebuah novel dan aku ingin merasakan hidup anak-anak muda jepang dalam novel itu'
'bagaimana dengan berkunjung ke provinsi di bagian timur negeri ini?, kita bisa berjemur di pantai putih itu'
'aku sudah hitam!'
'aku suka kulit hitam mu'
'gombal!'

aku tidak sadar bahwa percakapan-percakapan di tengah malam itu telah membangunkan kamu dari tidur tak panjang mu, dan telah menginjeksi sebagian aura-aura kemerdekaan dunia yang aku gumamkan, yang aku pegang.

'aku tak akan pernah menyesal dengan doa yang aku minta'.
'aku pernah berdoa untuk dihadirkan seorang yang mencintaiku lebih, samwan hu lavmi mor'
'dan mungkin aku salah tidak meng-khususkan doa ku, bahwa seorang yang mencintaiku lebih itu harus berasal dari klan ku sendiri'
'dan aku sama sekali bukan, bukan? aku tahu itu'


terima kasih telah mencintaiku, terima kasih untuk selalu ada buat aku. aku tak akan termotivasi tanpa kau.
terima kasih buat bisik ini.


seperti sebuah surat buat kekasih tak sampai di masa lalu.
dhaka, 13 juni 2006, 09:21 am.

Thursday, June 08, 2006

sms, pesan offline, dan geologi

Beberapa hari yang lalu, saya menerima banyak offline message dan emails yang isi nya seperti berikut:

Sekedar isu atau bkn.. ga ada salahnya kalau kita berdoa...Menurut CNN,disiarkan 3 hari yang lalu bahwa lempeng bumi di australia sedang bergerak ke utara menuju asia.diperkirakan bisa bertubrukan dengan lempeng bumi di selatan pulau jawa.Diperkirakan 11 hari setelah gempa jogja, atau rabu besok(7 juni) akan ada gempa dahsyat dan memungkinkan terjadinya tsunami.Mohon doanya n plis forward ke temen-temen laen, jagan sampai putus di tangan kamu.

Saya pribadi kurang percaya dengan isi berita itu, menurut keterbatasan ilmu geologi saya, terutama tentang pergerakan lempeng-lempeng. Mau beragumen alias membalas dan mengatakan jangan cepat percaya, puih, tidak ada waktu (sok sibuk).
Akhirnya, penjelasan itu ditulis oleh salah seorang ahli geologi Indonesia yang banyak menulis di forum-forum ilmiah.
Apa yang beliau tulis tentu saja menarik, dan bisa jadi bahan pelajaran buat kita semua. Lengkapnya bisa dilihat di blog Bapak Rovicky Dwi Putrohadi.

Wednesday, June 07, 2006

tapak kaki dalam pasir

Aku harus sadar dengan semua jalan yang telah tertempuh, sadar dengan semua bekas-bekas tapak kaki yang telah tertanam dalam pasir itu, dalam tumpukan-tumpukan pasir yang rata yang mudah terhapus oleh angin dan air. Tak akan pernah bisa aku kembali ke tapak-tapak yang belum terhapus oleh angin dan air itu dan membelokkan langkah-langkah kaki ke kiri, atau ke kanan, atau kembali ke belakang membentuk pola-pola tapak kaki yang sama dengan arah yang hampir sama namun berbalik arah. Aku harus kembali sadar seperti pola sadar yang aku miliki lima belas atau tiga belas tahun yang lalu, berjuang dengan menundukkan kepala karena rasa kecil yang tak pernah bisa menjadi besar. dulu, dulu sekali.

Aku berjuang menundukkan kepala dengan rasa yang kecil diantara rasa-rasa yang lebih kecil dan jauh lebih kecil, untuk bisa kembali ke tundukan-tundukan di gedung itu, lima belas atau tiga belas tahun yang lalu: dulu, dulu sekali.
Aku harus kembali menjadi pejuang tangguh yang berjuang dalam sebuah jalan besar dengan tubuh yang kecil dan tipis, mencoba berdamai dengan warna warni dunia yang kecil, lima belas atau tiga belas tahun yang lalu: dulu, dulu sekali namun seperti masih kemarin pagi.
Aku masih menangis disini, berjuang dan terus mendaki, turun dan terjebak dalam sebuah lembah yang dalam dan luas, dikelilingi oleh pohon-pohon plastik yang tak asliā€¦

Dalam sebuah Topaz di kota kandy, 05 juni 2006, 09:38 pm

Monday, June 05, 2006

benih

Benih-benih itu akan kusiram dengan teratur, biarkan semuanya tumbuh dengan sempurna, dan memelihara namun tidak membiarkannya beranak, menguatkan generasi-generasi untuk tidak menggapai puncakmu, puncak-puncak sepertimu, seperti puncakku.

Kandy hampir senja, 05 juni 2006

fase-fase

Fase-fase itu bergantian menyapaku, menyapa sepiku, dan menyapa semua proses-proses yang muncul sejak sepuluh, tiga belas tahun yang lalu?

Kuat ikatan tali-tali itu akhirnya terlepas karena jiwa jaga yang mengerosi semua kekuatan-kekuatan itu, sejak dua hari yang lalu?

Pedih tikaman itu akan hilang waktu-waktu sekarang, tapi akan terulang lagi dan kembali menikam, tiga bulan, satu bulan, sepuluh hari kedepan?

Satu gerbang menanti disana, tak berani kumendekat: karena ketakutan masa lalu, atau karena ketakutan untuk kebohongan-kebohongan dan kehinaan masa modern?

Bukan siapa-siapa yeng membunuh, bukan siapa-siapa yang terbunuh, dan bukan siapa-siapa yang akan berteriak dan menangis, tertikam.

Fase hidup yang lain?
Akan terjawab dengan waktu-waktu yang terbuang, selalu terbuang.

peradeniya 05 juni 2006, 12:06 pm