Tuesday, May 10, 2005

DUN

Koran lokal itu sudah terbaca,
Huh, mengapa mesti baca? Apa yang kudapat
selain gerakan perpindahan mata dari satu huruf ke huruf yang lain.
Itu saja, tidak ada semangat!
Menyesal aku, mengutuk, namun kemudian aku tertawa akan aku!
Membuai ku dalam hayalan bacaan yang lama, yang aku sendiri tak mengerti,
hanya gambar mati berwarna kiasan, tapi aku suka, dan aku belajar.
Aku teriak melihat halaman depannya!

Kutermenung dan kubangga, kutatap lama gambar itu.
Dun… aku disini dun.
Kamu tidak sadar akan kehadiranku, dun?
Sadar, kudengar dun berbisik kecil, “kurasakan api kamu”
(Dun mengirimkan bunga esok harinya, dan kupakai di telingaku)
Aku akan jauh dun, dan kamu tidak akan menangis melihatku pergi, bukan?

Dan dun pun menangis sesunggukan, ku ingat banget
(kuingat cara kamu berkata banget)
Saya tidak mau takut, begitu katamu kepadaku,
Dan kamu tidak boleh takut, begitu kataku kepadamu.
Siapa peduli aku takut? Begitu tanyaku ke pada mu.

Jika nanti aku kesana dun, aku akan menjumpai mu lagi,
Membaca koranmu, melihat gambar, dan menikmati seluruh pemandangan dirimu.
Hanya sebagian yang tersibak, kusibak, dan kamu sibak.
Dan aku masih sangat penasaran dengan sisa.
Menangis aku ingin berjalan dengan mu dun,
Jika kamu bisa rasakan, maka getaran di hatiku ini sangat berasa hebat

Dun, aku masih belum puas banget
Dan dun, kamu jangan menangis melihat aku jauh.
(kamu tidak akan menangis, aku tahu)
Tapi jangan tertawa melihat aku terseok-seok mengenangmu, sedih.

Karena ku berjuang buat kamu dun,
Meski kamu setuju namun tak bahagia, mengkerut.


Indonesia's Newfoundland 07 Mei 2005, 05:41 P.M
Buat dun, Dunatelly Mary Antonionette.

0 Comments:

Post a Comment

<< Home