Saturday, November 11, 2006

terburuk!

berada di tahun terburuk, aku ingin menggulung kembali lembaran-lembaran ratusan hari di belakang itu. aku ingin menghapus semua senyuman senyuman dan tangisan tangisan dan membakar semua daun-daun yang telah kering itu. aku ingin menggulung dan membersihkan pasir-pasir yang bertaburan di bawah gulungan-gulungan itu, menyapu nya dengan tanganku, dan menarik gulungan baru di awal tahun. aku lemah dengan semua stempel-stempel di halaman-halaman identifikasi ku, menangis di setiap gate menjelang keberangkatan, dan tertawa di sebuah exit di sebuah kedatangan.
aku ingin duduk diam di sebuah sudut, dan memikirkan semua jalur-jalur yang ingin kubuat di gulungan yang baru itu, memikirkan satu saja.
Semua kebencian-kebencian dan permintaan-permintaan mu itu mungkin telah datang dengan sendirinya, atau dengan terpaksa.
aku kembali ke dua belas atau tiga belas bulan yang lalu. aku ingin sendiri di suatu tempat, tak mengenal siapapun dan memulai gulungan yang baru, memastikan pasir-pasir itu akan kubersihkan setiap pagi, di setiap bangun tidurku.

phya thai court 11:25 AM, 11 November 2006.
tulisan buat 31 desember.

Saturday, October 28, 2006

berhenti

tarik nafas panjang...

sederhana saja kok, aku ingin beli meja itu, didalam kamar kecil, dan duduk sendiri, melihat kepulan asap-asap dari luar jendela bening, dengan dentangan jarum jam dan suara detakan jari-jari dan tuts-tuts.
sederhana saja kan, tapi sulit. yah, aku tak punya waktu lagi.
sialan.

sudahlah, kamu pantas bahagia kok. biar saja saya disini, berhenti untuk sesuatu hal yang mulia.

patah hati, 28 october 2006, 00:44 am.

Thursday, October 26, 2006

jika

jika aku mati, kenang aku di jalan itu yah.
kenang aku dengan semua tawa dan kenangan itu, bawa aku kedalam inspirasi dan mimpi-mimpi mu. kenang aku dengan semua demonstrasi yang aku tunjukkan kepadamu, dengan tundukan kepalaku, dan dengan tawa keras ku yang mengundang sejuta tangisan.

phya thai court, 26 october 2006, 00:44 AM.

Tuesday, October 10, 2006

dua

aku berfikir tentang dua di pagi ini.
semalam aku dengar cerita tentang warga negaramu. sebuah rahasia yang sangat rahasia, yang membuat mataku menjadi bulat dan terbuka di tengah malam, diluar hujan kecil.
aku membayangkan wajah-wajah para imigrans yang menyeberang di tengah malam di sungai kotor yang membelah dua negara, dan membayangkan peluh kedua orang tua mu yang membawa mu ke dunia maju sekarang, dan mereka masih berada di dunia jaman dulu, dunia dengan ember, gayung dan sumur, menggapai kau di kejauhan, dengan shower dan air hangat yang setiap malam mengguyur tubuhmu.
aku melihat kebohongan yang terbuka di kedua matamu, dan membayangkan betapa dua pasang manusia tanpa pendidikan berfikir tentang pendidikan kau, mengirim mu ke sekolah maju, sedang mereka bergelut dengan karet dan timah hitam.

aku bangun dengan peluh kecil, aku bermimpi dinikahkan tadi malam, entah dengan siapa.

aku memajukan diriku, kubuka halaman depan ku, sebuah pesan kecil yang singkat.
aku membalasanya, aku di bangkok, menikmati hidup ku dan tetap memikirkan kesalahan dulu yang aku perbuat. Mungkin bukan kesalahanku, tapi kesalahan secara keseluruhan. aku masih menganggapmu sebagai saudara dan masih ingin mencium tangan ibu mu, dan akan kubiarkan air mata ku menetes di tangannya. Andai aku bisa berteriak, maka teriakan kecil ku itu akan membuat tetesan-tetesan air mata di kedua mata orangtua ku itu, ibu itu. Aku tak akan pernah melupakan halaman luas itu, dan hangat nya segelas teh di beranda yang melenyapkan kesunyian di ruang besar itu, di malam-malam yang aku lalui. Aku hanya bisa bermohon maaf buat kesalahan yang aku tidak tahu asalnya dari mana, dan terus berdoa buat semuanya, buat dia dan dia nya dia.

aku kembali lagi ke dunia sekarang. aku ingin terangnya siang ini berganti menjadi gelap, dan aku berjalan bergandengan dengan mu di tengah kota itu, dengan suara auman mesin-mesin kereta listrik yang tidak akan pernah membelah kesunyian, bercerita tentang warna-warni lemari kayu dan meja berwarna coklat ku yang masih kucari.
aku ingin tertidur di lantai coklat itu, menikmati dinginnya pendingin ruangan yang umurnya sudah tua, dan duduk di beranda luar memandang menara tertinggi di negara ini, negara yang mengangkat ku dan mengayun-ayun kan diriku ke banyak tempat di dunia ini, yang tak pernah aku sangka sebelumnya.

aku ingin duduk sendiri dengan irama musik yang melekat di kedua kupingku, dan berfikir tentang imigran, tentang nomaden, tentang istri, tentang membawa anak ke sekolah, dan tentang packing dari satu hidup ke hidup yang lain. aku ingin pulang kerumah dan bertemu kau disana, di masa depan, sebuah masa yang tak tahu bagian depannya berada dimana.

aku mohon maaf, bukan salah ku.



menulis di antara embun-embun pathumthani,

10 october 2006, 11:30 AM.

Wednesday, September 27, 2006

warna kulit

mungkin karena aku dilahirkan berwarna coklat, lalu tumbuh dengan warna hitam yang dekil. meskipun iya, aku tidak bisa dan tak akan pernah mau merubah identitasku, warna coklat kulitku dan komposisi darahku, pun sifat-sifat dan karakter yang melekat di warna coklat itu. batas-batas putih-hitam dan coklat itu akan terus eksis, dan kadang menampar pipiku, membuat ku tak berdaya dan tak bertenaga, ingin diam, duduk di tepi danau, membuat rencana jauh yang tak akan bisa dijangkau oleh orang-orang, ingin terdampar di tempat yang ramai, atau terdampar di tempat yang sepi, dimana tak ada yang menyamai warna-warna yang kubawa dari lahir.
aku ingin protes dengan putih, coklat dan hitam itu. aku ingin berjalan dan merubah diri menjadi nenek sihir, merubah penglihatan orang-orang hitam, orang-orang putih dan orang-orang coklat, merubah isi kepala dan mengisi nya dengan kata adil, dan menghilangkan kata miskin dan kaya, menghilangkan kata benua, dan mengisinya dengan padanan kata-kata yang adil, yang kaya, yang menggambarkan sebuah dunia penuh dengan hanya satu benua.

mendung di daerah tropis, 27 september 2006, 11:35 AM
anak duta besar bow, gak kuat!

Tuesday, September 26, 2006

jujur

persediaanku sudah hampir habis. iya, aku mengeluarkannya dengan sepenuh hati, dengan segala rasa. aku membersihkan daun-daun kering yang melekat di bawah dudukanmu, dan mengambil beberapa butir kerikil dan segenggam pasir yang tertabur bersama daun-daun itu, dibawah daun-daun itu.

aku membayangkan kain putih itu setahun yang lalu, membungkus tubuhmu tertidur pulas, dan berharap sebuah makan pagi bersama ku, jika berharap, atau hanya sebuah proses yang harus dijalani.

aku membayangkan menemukan sebuah kau yang lain, yang akan membangunkanku dari segala tidur, dan membawa ku kesebuah dunia baru yang juga dunia lama, menghapus dan mengukir, seperti menghapus pasir-pasir yang terus mengikuti duduk mu, dan mengambil daun-daun yang mengotori wajah putihmu.

Jujur, aku ingin bertemu kau, atau tepatnya kau yang lain, yang akan membuatku manggut-manggut, dan tertawa, dan menangis, karena kamu, karena aku.

buat sebuah hujan di malam hari, 26 september 2006, 01:10 PM

Thursday, September 21, 2006

bullshit

Can you be involved in the delivery of 5-day training in the north early next month?
I will still be in the Philippines by that time
No, it will be after your coming back What will it be about? xxx Management But I am not into that topic I think you can do it But I am not experienced about that Can do you bullshitting? if you can, then you can do it

a conversation between two people.
21 September 2006, 02:13 PM

Wednesday, September 20, 2006

lama sudah

Lama sudah kutinggalkan bangku kayu tua di bawah pohon rindang itu. lama sudah tak kutengok rumput-rumput kecil yang berbunga di hanya waktu-waktu yang tertentu.
kertas-kertas ku disana pasti sudah dihancurkan oleh jatuhan-jatuhan air dari atas, atau di bawa terbang oleh angin-angin yang lalu, atau masih disana, dibawah papan kecil yang sedikit anti air. Lama sudah aku bermusuhan dengan internet buat kenangan, aku ingin memulai semuanya dengan hal yang baru, merubah bentuk, dan merubah mesin yang menghubungkanku dengan nomor satu kosong delapan itu. aku ingin hal baru dalam hidup, hal yang mungkin aku lupakan dalam waktu satu delapan kosong hari. semua berhubungan dengan satu kosong delapan. tak sabar aku membuka semuanya, dan menutupnya kembali lalu membuka halaman baru dalam setiap kenangan.
iya, hidup telah membawa saya ke arah sini.

aku masih bermusuhan dengan internet.
20 september 2006, 02:02 pm.

Tuesday, August 08, 2006

delapan

satu tahun lagi, angka delapan itu akan benar-benar memiliki makna. delapan di hari ini, di tahun kedepan. aku masih ingat rinai hujan itu, dan tatapan orang-orang terhadap langkah-langkah yang kita buat, dan kencan singkat itu berjalan sukses, menandai angka delapan sebagai awal dari sebuah nomor yang berakhir ternyata di bukan angka delapan, di angka sebelumnya.
angka delapan pun, ternyata masih melekat di hari mu, dengan tambahan angka satu didepannya, dua angka yang menjadi nomormu. ya, delapanbelas, masih ada angka delapannya.

berada di angka delapan seperti sekarang membuat ku melihat lihat lagi nomor-nomor yang telah dan akan aku lalui. Aku sedikit memiliki trauma dengan angka delapan ini, dan angka transisi dengan angka setelahnya. Iya, masa transisi dua nomor itu telah membuat ku merasa seorang yang telah jadi dan telah siap, masa transisi yang membawa dua dunia menjadi satu, di sebuah masa transisi antara dua angka: delapan dan sembilan.

aku masih ingat deru ombak itu, tanpa rinai hujan dan tanpa angin yang menderu-deru. Aku masih ingat senyum dan sesal yang tak akan pernah keluar dari peluh-peluh yang kita keluarkan, tanpa rinai hujan dan tanpa angin.
di angka delapan, aku masih merangkak menuju angka delapan yang lain, dan berharap sebuah angka yang akan tertulis dalam kertas yang berwarna hijau, coklat, biru, entahlah; yang jelas bukan merah. aku ingin angka itu tertulis dalam sebuah kertas yang megah, tak semegah perasaan gundah yang muncul di angka delapan di hari ini.

delapan tahun, delapan bulan, hanya sebuah satuan waktu. aku akan terus merangkak dengan angka-angka yang tak akan bermakna itu, entahlah.

pathumthani, 08 agustus 2006, 09:10 am.

Thursday, July 13, 2006

give up!

Sorry, suddenly I want to give up with all the things. I want to go back to the remote village on the valley I stayed six years ago, living with all the simplicity and nothing to think but what to eat the following day, meditating and really truly mix with nature, with people. I am not giving up and not being melancholic, just want to escape, cleaning all the mud sticked on the feet, on the nails and at the hair with the small waterfall village people so proud of.

I want forget the subway and the trams, and the horses as well!

nothing, 10:10am, 13 July 2006

Tuesday, July 11, 2006

sudah lama

mbok... buatin teh panas, jangan kental yah, gak pake gula. teh nya mesti di celupin pas air nya mendidih, jangan biarkan dingin dulu, even sedetik. trus, buat telor dadar pake blue band, jangan pake minyak, trus gak pake garam atau merica. nanti telor nya taroh diatas nasi yang anget, nasinya jangan terlalu banyak, empat sendok aja.

mbok... tolong air dingin dong, trus siapin makan siang. buat sambel pake mangga muda yah, yang pedes, trus sayurnya dipanasin.

mbok... entar temen saya mo datang 5 orang, sekalian makan malam, mbok siapin yah.

mbok... warung sana masih buka kan? beliin indomie dong, plus telor kalo di kulkas dah habis. trus nanti sekalian dibuatin indomie telor pake tomat buah. plus teh panas yah, mo begadang nih.

mbok... baju ku yang itam itu di setrika dong, saya mo pake pagi ini.
'lho, kan udah di pake kemaren'.
yah, kan ini pergi ke tempat beda mbok, mana ada yang tau, hehe. lagian kan di semprot parfum beres.

mbok... nanti kalo ada telpon dari bank, bilang saya lagi keluar kota sampe minggu depan. kalo ada telpon dari pak A, B, C, D, biang saya masih di daerah. Kalo ada telpon dari LSM C, bilang saya gak di kota ini. Tapi kalo ada telepon dari neng C, bilang suruh tinggalkan nomer telepon, nanti malam saya telepon balik.
'wah, mbok susah berbohong'
lha, kan udah biasa. gimana sih mbok.
'hehehe, eh iya'


sudah lama saya tidak membolak balik kebiasaan lama, kebiasaan memanggil diri sendiri dengan mbok, menyuruh diri sendiri dan berbuat sesuatu untuk diri sendiri, tidak tergantung sama orang lain. sudah lama saya mengacuhkan mbok, tidak peduli dengan jumlah tabungan yang dia miliki yang kelak dia akan kirim ke keluarganya di kampung sana. sudah lama saya tidak mencari mbok sewaktu balik ke istana kecilku, dan tudr setelah meminum segelas teh buatan mbok, buatan diri sendiri. sudah lama saya tidak punya waktu untuk diri sendiri. saya heran dengan sifat egois. terlalu mementingkan orang lain untuk diri sendiri? entahlah.

mbok... bersihin tempat tidur ku. saya mau tidur. jangan lupa di semprot yah, biar tidurnya nyenyak. Eh iya, ase nya di nyalain aja langsung, biar nanti langsung dingin. ya ampun tolol, saya tidak punya ase di istana itu.

sudah lama di bangkok.
buat diri sendiri, 11 July 2006, 09:47 AM

Wednesday, July 05, 2006

berubah bau

Sebenarnya pestol air itu ukurannya kecil, gak kecil-kecil amat tapi gak juga mentereng alias gak juga berwarna warni. Warna nya cuma satu, putih; sebuah warna yang aneh buat pestol air. Anak kecil itu merasa diatas angin, tak seorang pun musuh-musuh nya bisa menembus baju nya yang gombrang itu, dengan pestol air manapun. Bahkan, pistol aer mahal punya tetangganya yang kaya itu, yang dibelinya di Hongkong tak bisa menembus baju nya, alias begitu jagonya anak kecil yang kecil itu berkelebat dan menghindar dari air-air yang menyerang tubuhnya.

Aku masih ingat anak kecil itu, memelukku sambil menggenggam pistol kertas buatanku. Aku masih ingat bisikan anak kecil itu di telingaku, 'kok air nya tak keluar waktu kutembakkan? ini pasti pestol air murahan'.

Sungguh aku tak ingin anak kecil itu kehilangan ingatan, kehilangan semuanya dalam hidupnya. Aku ingin melihat sinaran-sinaran panjang dari kedua bola matanya yang bulat, dan terus berujar 'aku ingin ini, aku ingin itu, aku ingin itu' dan terus mengeluh tentang hidup karena ketidakpunyaan. Aku ingin terus mengembangkan mimpi-mimpi itu di kepalanya, dan mengajaknya melawan arus dalam hidup: bahwa semuanya berawal dari angka kosong, dari keterpurukan dan dari kemiskinan-kemiskinan versi orang banyak.

Aku tak lagi melihat pestol air dalam genggamannya. Aku melihat aliran-aliran air dalam sebuah selang plastik yang panjang. Aku tidak tahu apakah memilih melihatnya dengan selang-selang itu atau memilih melihatnya dengan pikiran yang kacau, karena kebodohan karena kemiskinan.

Mungkin aku lebih baik jadi orang kaya yang diam di rumah besar itu, atau apartemen mewah itu, diam saja dan menikmati uang-uang hasil kerja keras, menjadi kaya saja.

Besok aku akan bermain pestol-pestol air dengan teman-temanmu. Aku mungkin akan menangis untuk kamu. Tenang yah, tenang, aku akan ada disini di meja ini, meneruskan panjang tatapan-tatapan matamu, berjuang buat diriku sendiri, buat kepuasan diriku sendiri; karena aku manusia, manusia yang egois dan serakah.

Kamu sudah berubah, tak lagi bau tanah, bau air, tapi bau obat-obatan.


Tatapan pagi di Phaholyothin, panjang kedepan, 05 Juli 2006, 09:36 am.

Monday, July 03, 2006

dunia berdebu

Yah, aku ingin berada di atas jalan-jalan berdebu itu, membiarkan debu-debu itu melekat di seluruh tubuhku, membiarkan anak-anak kecil itu memanggil-manggil namaku yang tak jelas, membiarkan anak-anak kecil itu menarik tanganku, menarik bajuku dan memperlihatkan susunan mutiara-mutiara nya yang putih tak beraturan.

Yah, aku ingin memeluk tubuh kecil nya yang tak berdosa itu, membagi semua tawa yang tak berarah, dan menikmati semua tawa-tawa yang keluar, yang bentuk nya seperti tangisan, tangisan bagi orang lain. Kamu masih menyebutnya tawa, dan hal itu sangat berbeda dengan definisi orang-orang lain yang dungu, yang memandang tawa-tawa itu seperti tangisan.

Yah, aku ingin berada ditengah-tengah mu, berlari denganmu tanpa berfikir tentang hidup. Aku hidup dengan kamu; mungkin hanya sebuah teori ku, mungkin hanya sebuah obyek. Tapi, sungguh aku bermimpi dan berandai-andai di malam yang semu ini, malam tanpa warna, tanpa identitas. Kalian lebih memiliki identitas.

Yah, aku membayangkan senyum-senyum bahagia itu, senyum yang tak dimiliki oleh semua orang yang menghembuskan nafasnya di kedamaian dan kenikmatan dunia, senyum yang mendamaikan menurutku, senyum yang membawa inspirasi kehidupan, senyum yang memberikan sebuah mimpi buat dipikirkan di tengah hari, di malam hari.

Yah, aku berharap aku akan kembali menemuimu, di jalan-jalan yang penuh debu itu. Aku ingin kamu mengikutiku, kan kubawa kalian dibawah rindang nya pohon, bercerita dan terus tertawa, makan, tidur. Dunia kalian sangat indah.


Di dunia yang lain, 03 juli 2006, 11:01 pm

Wednesday, June 28, 2006

bukan angka 6

saya bisa menebak-nebak. Mungkin warna nya biru, atau coklat dan bisa membayangkan bagaimana meriahnya kerumunan orang-orang mendekati hari itu.

Saya bisa membayangkan pelukan hangat dari seorang ibu ke seorang anak, tatapan penuh cinta dari seorang ibu yang membesarkan anak nya sampai melepasnya dengan ikhlas ke sebuah dunia baru, dan ciuman tangan dari seorang wanita ke seorang pria, yang dicinta atau harus dicinta. Saya melihat pijaran dari kedua bola matamu, sinaran dari kulitmu, dan getaran-getaran dari langkah-langkah kaki berjalan dalam jarak yang dekat, melewati pintu-pintu tinggi yang berwarna coklat, pintu yang selalu membukakan getir-getir senyum dan langkah-langkah yang mendewasakan saya.

Saya tersenyum membayangkan senyum-senyum dari kumpulan orang-orang yang berbicara tentang semua hal, dan tersenyum membayangkan gadis tinggi itu membersihkan semua sisa-sisa tawa dan sisa-sisa jabatan tangan orang-orang yang berdatangan.

Saya terseyum, getir. Sungguh saya tersenyum, bahagia buat kamu.
Angka tujuh itu akan selalu ada, setelah enam dan sebelum delapan. Terima kasih buat angka enam yang kita torehkan yang mungkin seharusnya bersambung menjadi tujuh dan susunan angka-angka yang terus bertambah sampai akhirnya akan berhenti di suatu nomor yang kabur. Saya tersenyum, getir dan mengucap ke Dia dalam hati, maafkan dan beri dia semua hal yang ada di kepala dia dan beberapa kepala yang saling sambung menyambung dan berhubungan antara satu dengan yang lainnya, di sudut luas itu, padu antara putih dan coklat, warna kesukaan saya.

Saya tersenyum, getir, sungguh egois.
Selamat berjalan di hidupmu yang baru, kamu akan selalu menjadi yang terbaik, saya yakin akan hal itu.


suatu pagi di muangthai, 28 Juni 2006, 09:42 am

Tuesday, June 20, 2006

hilang dan muncul

tiba-tiba aku merasa hilang dengan semua pesan-pesan yang kamu tinggalkan di layar kecil itu. Aku menarik nafas panjang buat sebuah tatapan yang bermakna dalam bagi kamu, bagi kecil matamu dan bagi sungguh besar nya klan mu yang sudah mendunia.
Kau bisikkan kata klan sekali lagi di antara tetesan-tetesan hujan yang mengalir di luar sana, dan kau bisikkan kata abadi yang tak akan pernah abadi diantara hembusan-hembusan nafas dan tangisan-tangisan yang tak pernah keluar.

aku merasa muncul kembali dengan dengan semua untaian kata-kata mengandung kata klan yang kamu dan aku tak mau peduli, kata klan yang akan kita kenang di satu hari nanti, hari yang mungkin akan menunjukkan betapa deras tetesan-tetesan yang tak pernah kita biarkan mengucur. Aku menatap kecil pandanganmu dengan pandangan yang besar dan luas, dan merasa bahwa aku muncul dan hilang, muncul dan hilang lagi.

aku merasa hilang dan muncul dengan untaian lagu knock me off my feet, mengingatkan aku di kota kecil di negaramu, kota yang tak pernah kamu kunjungi.

paholyothin road, 20 juni 2006, 03:48 pm.